Kamis, 11 September 2008

25. JO JA JAN - JO JA JAN

Itu bunyi kereta jaman dulu, kalau sekarang bunyinya JA JAN - JA JAN. Jaman saya masih kecil, atau mungkin sekarang juga masih ada, bantalan rel atau ganjel terbuat dari kayu jati. Mungkin waktu itu kayu jati memang banyak. katanya, dengan kayu jati, pergerakkan rel bila sedang dilewati kereta lebih lentur sehingga relnya tidak mudah patah atau bengkok. Jaman sekarang ganjal rel sudah diganti dengan beton dan relnyapun panjang2, makanya bunyinya sekarang lain.

Rel kereta yang sampai sast ini, sudah ada dari dulu, dengan beberapa penggantian rel, karena sebagaian suddah dimakan umur. Waktu itu frekwensi kerela tidak sepadat sekarang, sehingga dengan jalur yang ada saat ini sudah tidak memadahi lagi. Tahun 60 an, kereta merupakan andalan untuk bepergian ke Jakarta, karena Bus belum banyak. Kemudian pada tahun 70 an bus AKAP mulai banyak beroperasi, tetapi kereta masih menjadi pilihan, karena lebih aman dari kecelakaan. Begitu masih era 90 an, jalur kereta mulai meningkat, kelasnyapun ada tiga kelas yakni: ekonomi, business dan utama. kesemua kelas tersebut masih pada jalur yang sama, sehingga yang kelas ekonomi sering dikalahkan. Akhir2 ini sudah mulai dibangun double track, awalnya Jakarta-cirebon kemudian belakangan kutoarjo-Jogya, dengan double Track waktu tempuh makin pendek. Kesamaan kereta dulu dan sekarang, kesamaannya dulu dan sekarang sama2 masih jadi andalan penumpang karena mulah, penuh sesak. Perdebaannya, dulu tidak ada pengamen, sekarang banyak pengamen, dulu kereta lebih aman dari kecelakaan, sekarang kereta sering mengalami kecelakaan, waktu tempuh Jakarta kutoarjo dulu hampir 12 jam sekarang cuma 8 jam, dulu naik kereta goncangannya sangat keras, sekarang lebih mulus karena deisamping bantalan rel terbuat dari beton jadinya lebih statis, dan relnyapun lebih panjang. Sungguh luar biasa kemajuannya dalam hal waktu tempuh. Sekarang yang perlu dibenahi bagaimana supaya tidak sering terjadi kecelakaan baik keretanya maupun pengguna jalan lainnya.

8 komentar:

Anonim mengatakan...

Seharusnya kereta bisa lebih maju lagi. Bayangkan tiap hari selalu penuh bahkan sampai berdiri, jadi mestinya tidak ada kata rugi. Taripnyapun pada peak season sudah dinaikkan.
Tapi kita patut bersukur, ahir2 ini sudah mulai banyak perbaikan, kereta2 dicat, rel diperbaiki, ada double track, pokoke semakin sip.
Daaann.. Semoga kecelakaan juga bisa ditekan.

Pursito mengatakan...

Kita bersyukur karena masih ditinggali kereta, kalau tidak ada peninggalan itu, ditinggal Belanda hanya menyisakan kemiskinan. Mudah2 an yang berkompeten bisa memelihara amanah dengan baik.

Anonim mengatakan...

Belanda? Kita dijajah selama 350 tahun hutan taksih wetah ..
merdeka 65 tahun walah walah walah ..
Akibat kemajuan jaman kah?

Pursito mengatakan...

Itu sama dengan reformasi kita sekarang yang cenderung kebablasan, mentang2 bebas ngomong, semua ngomong, yang penting keras.

Mbah Suro mengatakan...

Sesudah tahun 80an sampai sekarang saya sudah nggak pernah Jo Ja Jan, pingin juga sesekali nunggang sepur atau bis malam. Kapan ya?

Pursito mengatakan...

Terakhir saya naik sepur juni 2007, lumayan cepat, dari kutoarjo 8 jam, dengan double track jakarta-cirebon, perjalanan makin lancar, sekali2 perlu dicoba lagi. Sekarang bunyinya bukan JO-JAJAN tetapi JAJAn-JAJAN. Sayangnya semakin sering ada kecelakaan. Untuk Kutoarjo-Jakarta relatif aman.

paromo suko mengatakan...

semoga sepur kita semakin baik, tertib dan ramah serta aman (sokur2 murah)
mimpi saya, rel melayang di seluruh sumatra-jawa-bali-ntb-ntt

Pursito mengatakan...

Kalau rel melayang saya ngeri, karena tidak layang saja sering anjlok, apalagi kalau layang, korbannya bakal banyak lagi, Ya tentu setiap peningkatan selalu diiringi dengan jaminan keamanan dan keselamatan, Dulu Jayabaya meramalkan "ada bumi kendit wesi" ternyata jadinya kereta dengan relnya.